Sunday 12 January 2020

ALIRAN SEMANGAT IBU ADA DI TUBUHKU

 

ALIRAN SEMANGAT IBU  
ADA DI TUBUHKU

“Ra…, ayo kapan kamu ke kampus untuk bimbingan.. sudah ditunggu promotormu”. Kalimat itu terus yang selalu hadir di dinding whatapps  teman- teman sekelasku.
“Kita ketemuan yuk..saling memberi motivasi….!”
    Sudah beberapa hari ini aku mulai galau menghadapi situasi seperti ini. Di satu sisi aku harus menemui promotorku, dengan konsekuensi aku sebelumnya harus meluangkan waktu untuk membaca, menganalisis buku-buku dan puluhan jurnal-jurnal internasional dan menuangkannya dalam disertasiku.
Di sisi lain, aku  ingin  menemani ibu yang terbaring sakit dan memastikan segala kebutuhannya tercukupi dengan baik. Ibuku yang selalu mengajariku untuk tidak mengeluh. Dengan kondisi beliau yang terbaring lemah, beliau tidak pernah berkeluh kesah apalagi menceritakan apa yang sedang dirasakannya. Ibuku  yang dalam kondisi sakit tak berdaya pun  tidak pernah melarangku untuk pergi meningglkannya berjam-jam. Beliau pernah bercerita,
"Aku isin nek podo ngerti aku duwe lara. ” ( aku malu kalau banyak orang yang tahu aku ini sakit) Menurutku betul juga ya, kita harusnya malu, karena ketahuan bahwa kita tidak bisa merawat kesehatan kita. Bukankah kesehatan itu amanah yang diberikan Tuhan untuk dijaga?
Memang menurut cerita beliau, sewaktu beliau  masih kecil, beliau tidak pernah mau dibawa ke dokter, alasannya takut jika sakitnya ketahuan, dan sepertinya sifat ini beliau bawa hingga beliau terdiagnosa terkena Diabetes .
Vonis terberat kemudian hadir di kehidupan ibu. Ibu sudah harus cuci darah seminggu sekali, dan berbagai macam pantangan yang harus dipatuhi, dan terkadang ibu diharuskan menginap karena kondisinya yang lemah. Tanpa terasa, kejadian ini telah berulang-ulang, artinya sudah  sembilan kali ibu keluar masuk rumah sakit. Aku hapal sekali, setiap kali ibu keluar dari rumah sakit, bukan sehat yang diperoleh, tetapi justru badan beliau makin makin melemah. Belum lama aku masih  bisa menyaksikan ibu beraktifitas jalan ke sana kemari  dan masih sanggup membawa barang belanjaannya dari tukang sayur
Semakin ke sini, ibu sudah tidak mampu melakukan itu semua, ibu sudah tidak sanggup jalan jauh, hanya  mampu di sekitar rumah saja. “ Ra, aku mbok dituntun neng kamar mandi yo, kok sikilku wis rakuat ngadek suwe-suwe iki”  Cuma ada satu kalimat yang mampu keluar dari bibirku,  “Injih, Ibu”. Begitu sudah tiba di kamar mandi, “Kono tinggalono, aku iso dewe.” Bgitulah ibu, bliau tidak pernah mau bermanja-manja dengan anaknya. Selama masih bisa lakukan,segala sesuatu bliau ingin lakukan sendiri Pernah suatu ketika, aku tahu sekali begitu capeknya beliau, kemudian aku menawarkan diri untuk memijat badan ibu, tetapi tetapi ibu menolak dengan halus, benar-benar tidak kerso dipijat walaupun bliau sedang capek. Hal ini terjadi berulang-ulang,  dan akhirnya aku mulai hafal dengan penolakan ini.
Tidak lama setelah itu, ibu masih bisa berdiri, tetapi sudah tidak bisa melangkahkan kakinya, sehingga jika ibu bosan di berada di tempat tidur, maka saya bantu papah ibu ke kursi terdekat  dan kemudian saya siapkan air hangat dengan sedikit taburan garam dan healing oil agar ibu bisa merendamkan kakinya di situ. Jika tiba waktunya ibu untuk berangkat ke rumah sakit untuk cuci darah, maka giliran kakak laki-lakiku yang melayani ibu, dengan menggendoongnya ke kursi roda, mendorongnya  atau langsung menggendong beliau masuk ke mobil. Hampir setiap pasien hemodialisa,  cuci darah  merupakan rutinitas yang cukup melelahkan, oleh karena itu, pasien yang akan melakukan cuci darah sangat disarankan dalam kondisi cukup energi dan tetap berenergi selama melakukan proses dialisis atau cuci darah yang memakan waktu 4 - 5 jam.

Pada Akhirnya ibu memang harus berjuang dengan penyakitnya sampai tetes darah penghabisan. Ibu terpaksa harus cuci darah. Detik-detik terakhir ibu pergi masih kuingat hingga kini. Di saat aku tertidur dengan membawa kelelahan menunggu ibu, tiba-tiba aku dibangunkan oleh suamiku, “ Dik, dik,.. ibu sudah tiada, yang kuat ya Dik…”.
Tepat jam 22.10 Allah telah memanggil engkau dengan wajah yang bersih dan teduh.
“ Di mana kalian berada, kematian akan mendapatkan kalian dan meskipun kalian berada di dalam banteng yang kokoh,…”( QS Annisa: 78)
-Ibu, tidak ada satu butir air mataku menetes di pipi mengiringi kepergianmu, kakak kakakku yang telah engkau didik sehingga mampu menguatkan hatiku ini. Ratusan orang datang memberi penghormatan terakhir padamu.
 -Ibu, setelah engkau pergi, aku makin menyadari bahwa Engkau telah meninggalkan berjuta-juta keteladanan untuk semua orang di sekelilingmu akan ketegaranmu, tidak pernah mengeluh, mandiri, demokratis dan lemah lembut.-
Ibu, setiap kali kuingat engkau, hanya doa yang tiada pernah putus aku ucapkan.
Ibu, setelah engkau pergi, aku makin menyadari bahwa Engkau telah meninggalkan berjuta-juta keteladanan untuk semua orang di sekelilingmu akan ketegaranmu, tidak pernah mengeluh, mandiri, demokratis dan lemah lembut. Aliran semangatmu selalu ada di dalam tubuhku
Ibu, setiap kali kuingat engkau, hanya doa yang tiada pernah putus aku ucapkan.
----------*----------
Sekarang saatnya  aku untuk menata waktu kembali, membuat janji bertemu setiap minggu dengan dua promotorku dan memotivasi teman- teman yang masih berjuang dengan disertasinya dan mengikuti pelatihan- pelatihan penulisan jurnal internasional.
 Semangat, ayo semangat membaca, meneliti, dan membuat laporan, aku punya tekad, wisudaku nanti sebagai kado terindah untuk ibu-
Cerita kenangan yang terus hadir dan tak pernah lekang oleh waktu meskipun engkau sudah tidak di sini lagi…… 


by Rahma Dini Warastuti

1 comment:

  1. Membaca judul saja sudah terenyuh...lanjut membaca bagus sekali. Luar biasa mantul

    ReplyDelete

Pertemuan ke-12 Menulis , Mendesain Covernya, Cari Penerbit Kemudian Menjualnya Sendiri

Menulis, Mendesain Covernya, Cari Penerbit Kemudian Menjualnya Sendiri  Pertemuan ke-12 Asslmkum teman2 semua, kali i...